Monday, 10 April 2017

MA’RIFATUL INSAN (Proses Penciptaan Manusia)

A. prinsip Penciptaan manusia


Allah SWT berfirman:

هَلْ أَتَى عَلَى الْإِنْسَانِ حِينٌ مِنَ الدَّهْرِ لَمْ يَكُنْ شَيْئًا مَذْكُورًا(1)
“Bukankah telah datang atas manusia suatu waktu dari masa, sedang ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut”. (76:1).
أَوَلَا يَذْكُرُ الْإِنْسَانُ أَنَّا خَلَقْنَاهُ مِنْ قَبْلُ وَلَمْ يَكُ شَيْئًا(67)
“Dan tidakkah manusia itu memikirkan bahwa sesungguhnya Kami telah menciptakannya dahulu, sedang ia tidak ada sama sekali?. (19:67).
Kedua ayat di atas dimulai dengan kalimat istifham, yang menuntut perhatian supaya manusia memikirkan diri dan proses kejadiannya, sehingga dengan itu, ia akan berlaku dengan benar dalam kehidupan di dunia ini sesuai dengan fungsi dan tujuan penciptaannya.  

Manusia adalah makhluk ciptaan Allah. Pada mulanya ia bukanlah apa-apa, tidak ada, tidak berwujud dan tidak berbentuk. Kemudian atas kehendak-Nya, ia diciptakan.

Ihwal penciptaan manusia ini, menunjukkan KeMaha Kuasaan Allah. Hal ini harusnya menjadi renungan manusia, betapa tanpa kekuasaan-Nya, dirinya bukanlah apa-apa.   


B.  Proses Penciptaan Manusia

Dalam penciptaan manusia, terdapat dua proses, yaitu: (1) Proses azali, dan (2) Proses alami.

1. Proses azali

Proses azali adalah proses dimana peran ke Maha Kun fayakunan Allah terjadi, tidak ada sedikitpun campur tangan manusia. Seperti dalam penciptaan Adam yang diciptakan dari tanah liat yang dibentuk. Hawa yang diciptakan dari tulang rusuk Adam.  Dan Isa Al Masih yang diciptakan tanpa seorang ayah.
Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam ayat berikut:
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ مِنْ صَلْصَالٍ مِنْ حَمَإٍ مَسْنُونٍ(26)
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering yang diberi bentuk”. (15:26).
يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا(1)
“Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya; dan dari keduanya Allah memperkembang-biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertakwalah kepada Allah yang dengan mempergunakan nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan peliharalah hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu ”. (4:1).
إِنَّ مَثَلَ عِيسَى عِنْدَ اللَّهِ كَمَثَلِ ءَادَمَ خَلَقَهُ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ قَالَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ(59)
“Sesungguhnya misal penciptaan Isa di sisi Allah, adalah seperti penciptaan Adam, Allah menciptaklan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman: “Jadilah”, maka jadilah dia”. (3:59).

2. Proses Alami

Proses alami adalah proses kejadian manusia setelah Adam dan Hawa terkecuali Isa as. yaitu harus adanya percampuran antara laki-laki dan perempuan, bertemunya sel sperma dan indung telur di dalam rahim perempuan. Dalam rahim seorang ibu ia dibentuk dengan melalui beberapa tahapan dan dalam waktu yang telah ditetapkan. Kemudian setelah sempurna kejadiannya, ia dilahirkan ke atas dunia sebagai seorang bayi, lalu Allah tumbuhkan ia menjadi dewasa dan menjadi tua, kemudian Allah wafatkan.
Sebagaimana firman Allah di bawah ini:
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ مِنْ سُلَالَةٍ مِنْ طِينٍ(12)ثُمَّ جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً فِي قَرَارٍ مَكِينٍ(13)ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْمًا ثُمَّ أَنْشَأْنَاهُ خَلْقًا ءَاخَرَ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ(14)ثُمَّ إِنَّكُمْ بَعْدَ ذَلِكَ لَمَيِّتُونَ(15)ثُمَّ إِنَّكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ تُبْعَثُونَ(16)

“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati berasal dari tanah. Kemudian saripati itu Kami jadikan air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan ia makhluk yang berbentuk lain. Maka Maha Suci Allah, Pencipta Yang Paling Baik. Kemudian sesudah itu, sesungguhnya kamu bener-benar akan mati. Kemudian kamu akan dibangkitkan  di hari kiamat”. (23:12-16).

C. Bahan Dasar (bentuk dan isi) Penciptaan Manusia.

 1. Bentuk Dasar.

 Bahan dasar manusia adalah tanah yang tidak berharga, sebagaimana diterangkan dalam ayat di bawah ini:
ثُمَّ جَعَلَ نَسْلَهُ مِنْ سُلَالَةٍ مِنْ مَاءٍ مَهِينٍ(8)
"Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina (air mani).”. (32:7-8).
Seorang manusia yang gagah perkasa, tampan dan cantik rupawan hanyalah berbahan dasar tanah liat/tanah tembikar yang merupakan bahan terendah yang kurang berharga. Bila manusia suka memperhatikan asal kejadiannya ini, maka ia tidak akan suka menyombongkan diri menentang dan mendurhakai Allah penciptanya. Akan tetapi ia akan tunduk merendahkan dirinya kepada Allah, karena hanya atas karunia-Nyalah ia menjadi ada. 

2. Isi Dasar

 Dari bahan dasar yang sangat rendah tersebut di atas, kemudian Allah mengisinya dengan sesuatu yang sangat  tinggi nilainya yaitu ruh-Nya. Sebagaiamana firman-Nya:
ثُمَّ سَوَّاهُ وَنَفَخَ فِيهِ مِنْ رُوحِهِ وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ قَلِيلًا مَا تَشْكُرُونَ(9)
"Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam tubuhnya ruh ciptaan-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur”. (32:9).
 Dengan demikian manusia memiliki hubungan yang sangat dekat sekali dengan Allah karena manusia diberi ruh-Nya.

 Dari dua asal yang sangat berbeda ini menunjukkan adanya dua hal yang berbeda. Jasad manusia yang diciptakan dari bahan dasar tanah maka ia memiliki kecenderungan yang sangat kuat kepada tanah, yaitu: “Zuyyina linnas hubbus shahawaati minan nisa wal baniina wal qonathiri muqonthoroti nimadz-dzahabi wal fidhoti wal khoilil musawwamati wal an'ami wal harts .... (3:14). 
Sedangkan ruh (jiwa) yang berasal dari Allah, maka ia juga memiliki kecenderungan dan kebutuhan kepada petunjuk Allah yaitu adien, jalan menuju taqwa: Qul aunabbiukum bikhoirim min dzalikum, lilladzinat taqowu .. (3:15).   



Load disqus comments

0 comments