Rasulullah
memasuki kota Madinah, dan dengan demikian berarti beliau telah mengakhiri
perjalanan hijrahnya dengan gemilang, dan memulai hari-harinya yang penuh
berkah di kampung hijrah, untuk mendapatkan apa yang telah disediakan qadar
nahi baginya, yakni sesuatu yang tidak disediakannya bagi manusia-manusia
lainnya....
Dengan
mengendauai untanya Rasulullah berjalan di tengah-tengah barisan manusia yang
penuh sesak, dengan luapan semangat dari kalbu yang penuh cinta dan rindu
...,berdesak-desakan berebut memegang kekang untanya, karena
masing-masingnya menginginkan untuk menerima Rasul
sebagai tamunya.
Rombongan
Nabi itu mula-mula sampai ke perkampungan Bani Salim bin Auf; mereka mencegat
jalan unta sembari berkata:
"Wahai Rasul Allah tinggallah anda pada kami, bilangan kami banyak,
persediaan cukup, serta keamanan terjamin ... !"
Tawaran mereka yang telah mencegat dan memegang tali kekang unta itu, dijawab
oleh Rasulullah: "Biarkanlah, jangan halangi jalannya, karena ia
hanyalah melaksanahan perintah ... !"
Kendaraan
Nabi terus melewati perumahan Bani Bayadhah, lain ke kampung Bani Sa'idah,
teuus ke kampung Bani Harits ibnul Khazraj, kemudian sampai di kampung Bani
'Adi bin Najjar .... Setiap suku atau kabilah itu mencoba mencegat jalan unta
Nabi, dan tak henti-hentinya meminta dengan gigih agar Nabi shallallahu alaihi
wasalam sudi membahagiakan mereka dengan menetap di kampung mereka.
Sedang Nabi menjawab tawaran mereka sambil tersenyum syukur di bibirnya
ujarnya: "Lapangkan jalannya, harena ia terperintah ... !"
Nabi
sebenamya telah menyerahkan memilih tempat tinggalnya kepada qadar Ilahi,
karena dari tempat inilah kelak kemasyhuran dan kebesarannya .... Di atas
tanahnya bakal muncul suatu masjid yang akan memancarkan kalimat-kalimat Allah
dan nur-Nya ke seantero dunia .... Dan di sampingnya akan berdiri satu atau
beberapa bilik dari tanah dan bata kasar ...,tidak terdapat di sana harta
kemewahan dunia selain barang-barang bersahaja dan seadanya ... !
Tempat
ini akan dihuni oleh seorang Mahaguru dan Rasul yang akan meniupkan ruh
kebangkitan pada kehidupan yang sudah padam, dan yang akan memberikan kemuliaan
dan keselamatan bagi mereka yang berkata: -
"Tuhan
kami ialah Allah", kemudian mereka tetap di atas pendirian ... bagi mereka
yang beriman dan tidak mencampurkan keimanan itu dengan keaniayaan ...,bagi
mereka yang mengikhlaskan Agama mereka semata-mata untuk Allah ...dan bagi
mereka yang berbuat kebaikan di muka bumi dan tidak berbuat binasa....
Benarlah
.... Rasul telah menyerahkan sepenuhnya pemilihan ini kepada qadar Ilahi yang
akan memimpin langkah perjuangannya kelak .... Oleh karena inilah ia membiarkan
saja tali kekang untanya terlepas bebas, tidak
ditepuknya kuduk unta itu tidak pula dihentikan langkahnya ... hanya dihadapkan
hatinya kepada Allah, serta diserahkan dirinya kepada-Nya dengan berdo'a: -
"Ya Allah, tunjukkan tempat tinggalku, pilihhanlah untukhu... !"
Di
muka rumah Bani Malik bin Najjar unta itu bersimpuh kemudian ia bangkit dan
berkeliling di tempat itu, lain pergi ke tempat ia bersimpuh tadi dan kembali
bersimpuh lalu tetap dan tidak beranjak dari tempatnya. Maka turunlah Rasul
dari atasnya dengan penuh harapan dan kegembiraan ....
Salah
seorang Muslimin tampil dengan wajah berseri-seri karena sukacitanya ... ia
maju lalu membawa barang muatan dan memasukkannya ke rumahnya kemudian
mempersilakan Rasul masuk .... Rasul pun mengikutinya dengan diliputi oleh
hikmat dan berkat.
Maka
tahukah anda sekalian siapa orang yang berbahagia ini, yang telah dipilih
taqdir bahwa unta Nabi akan berlutut di muka rumahnya, hingga Rasul menjadi
tamunya, dan semua penduduk Madinah akan sama merasa iri atas nasib mujurnya
Nah,
ia adalah pahlawan yang jadi pembicaraan kita sekarang ini ..., Abu Aiyub
al-Anshari Khalid bin Zaid, cucu Malik bin Najjar.
Pertemuan
ini bukanlah pertemuan yang pertamanya dengan Rasulullah .... Sebelum ini,
yakni sewaktu perutusan Madinah pergi ke Mekah untuk mengangkat sumpah setia
atau bai'at, yaitu bai'at yang diberkati dan terkenal dengan nama "Bai'at
Aqabah kedua", maka Abu Aiyub ai-Anshari termasuk di antara tujuh puluh
orang Mu'min yang mengulurkan tangan kanan mereka ke tangan kanan Rasulullah
serta menjabatnya dengan kuat, berjanji setia dan siap menjadi pembela.
Dan
sekarang ketika Rasululah sudah bermukim di Madinah dan menjadikan kota itu
sebagai pusat bagi Agama Allah, maka nasib mujur yang sebesar-besamya
telah melimpah kepada Abu Aiyub, karena rumahnya telah dijadikan rumah
pertama yang didiami muhajir agung, Rasul yang mulia.
Rasul
telah memilih untuk menempati ruangan rumahnya tingkat pertama ....Tetapi
begitu Abu Aiyub naik ke kamarnya di tingkat atas ia pun jadi menggigil, dan ia
tak kuasa membayangkan dirinya akan tidur atau berdiri di suatu tempat yang
lebih tinggi dari tempat berdiri dan tidurnya Rasulullah itu.
Ia lalu mendesak Nabi dengan gigih dan mengharapkan beliau agar pindah ke
tingkat atas, hingga Nabi pun memperkenankannya pengharapannya itu ....
Nabi
akan berdiam di sana sampai selesai pembangunan masjid dan pembangunan biliknya
di sampingnya .... Dan semenjak orang-orang Quraisy bermaksud jahat terhadap
Islam dan berencana menyerang tempat hijrahnya di Madinah, menghasut
kabilah-kabilah lain serta mengerahkan tentaranya untuk memadamkan nur
Ilahi semenjak itulah Abu Aiyub mengalihkan aktifitasnya
kepada berjihad pada jalan Allah. Maka dimulainya dengan perang Badar, lalu
Uhud dan Khandaq, pendeknya di semua medan tempur dan medan laga, ia tampil sebagai
pahlawan yang sedia mengurbankan nyawa dan harta bendanya untukAllah Rabul
'alamin .... Bahkan sesudah Rasul wafat pun, tak pernah ia ketinggalan
menyertai pertempuran yang diwajibkan atas Muslimin sekalipun jauh jaraknya
yang akan ditempuh dan berat beban yang akan dihadapi ... !
Semboyan
yang selalu diulang-ulangnya, baik malam ataupun siang ... dengan suara keras
ataupun perlahan ... adalah firman Allah Ta'ala:
"Berjuanglah kalian, baik di waktu lapang, maupun di waktu sempit ...
!" (Q·S.At-Taubat: 41)
Satu
kali saja ... ia absen tidak menyertai balatentara Islam, karena sebagai
komandannya khalifah mengangkat salah seorang dari pemuda Muslimin, sedang Abu
Aiyub tidak puas dengan kepemimpinannya. Hanya sekali saja, tidak lebih... !
Sekalipun demikian, bukan main menyesalnya atas sikapnya yang selalu
menggoncangkan jiwanya itu, katanya: -
"Tak
jadi soal lagi bagiku, siapa orang yang akan jadi atasanku ... !" Kemudian
tak pernah lagi ia ketinggalan dalam peperangan. Keinginannya hanyalah untuk
hidup sebagai prajurit dalam tentara Islam, berperang di bawah benderanya dan
membela kehormatannya... !
Sewaktu
terjadi pertikaian antara Ali dan Mu'awiyah, ia berdiri di pihak Ali tanpa
ragu-ragu, karena ialah Imam yang telah dibai'at oleh Kaum Muslimin .... Dan
tatkala Ali syahid karena dibunuh, dan khilafat berpindah kepada
Mu'awiyah,(Q.S.: At-Taubat: 41)
Abi
Aiyub menyendiri dalam kezuhudan, bertawakkal lagi bertaqwa. Tak ada yang
diharapkannya dari dunia hanyalah tersedianya suatu tempat yang lowong untuk
berjuang dalam barisan para pejuang ....
Demikianlah,
sewaktu diketahuinya bala tentara Islam bergerak ke arah Konstantinopel,
segeralah ia memegang kuda dengan membawa pedangnya, terus maju mencari syahid
yang sudah lama didambakan dan dirindukannya ... !
Dalam
pertempuran inilah ia ditimpa luka berat. Ketika komandannya pergi
menjenguknya, nafasnya sedang berlomba dengan keinginannya hendak menemui Allah
.... Maka bertanyalah panglima pasukan yang waktu itu Yazid bin Mu'awiyah:
"Apa keinginan anda, wahai Abu Aiyub?"
Aneh,
adakah di antara kita yang dapat membayangkan atau mengkhayalkan apa keinginan
Abu Aiyub itu...? Tidak sama sekali! Keinginannya sewaktu nyawa hendak
berpindah dari tubuhnya ialah sesuatu yang sukar atau hampir tak kuasa manusia
membayangkan atau mengkhayalkannya ... !
Sungguh,
ia telah meminta kepada Yazid, bila ia telah meninggal, agar jasadnya dibawa
dengan kudanya sejauh-jauh jarak yang dapat ditempuh ke arab musuh, dan di
sanalah ia akan dikebumikan. Kemudian hendaklah Yazid berangkat dengan balatentaranya
sepanjang jalan itu, hingga terdengar olehnya bunyi telapak kuda Muslimin di
atas kuburnya dan diketahuinyalab bahwa mereka telah berhasil mencapai
kemenangan dan keuntungan yang mereka cari ... !
Apakah
anda kira ini hanya lamunan belaka... ?Tidak;dan ini bukan khayalan, tetapi
kejadian nyata, kebenaran yang akan disaksikan dunia di suatu hari kelak, di
mana ia menajamkan pandangan dan memasang telinganya, hampir-hampir tak percaya
terhadap apa yang didengar dan dilihatnya ... !
Dan
sungguh, wasiat Abu Aiyub itu telah dilaksanakan oleh Yazid! Di jantung kota
Konstantinopel yang sekarang bernama Istanbul, di sanalah terdapat pandam
pekuburan laki-laki besar, sungguh besar itu ... !
Hingga
sebelum tempat itu dikuasai oleh orang-orang Islam, orang-orang
Romawi penduduk Konstantinopel memandang Abu Aiyub di
makamnya itu sebagai orang kudus suci ....Dan anda akan tercengang jika
mendapati semua ahli sejarah yang mencatat peristiwa-peristiwa itu berkata:
"Orang-orang Romawi sering mengunjungi dan berziarah ke kuburnya dan
meminta hujan dengan perantaraannya, bila mereka mengalami kekeringan... "
Sekalipun
perang dan pertempuran sarat memenuhi kehidupannya, hingga tak pernah
membiarkan pedangnya terletak beristirahat, namun corak kehidupannya adalah
tenang tenteram laksana desiran bayu di kala fajar datang menjelma ....
Sebabnya
ia pernah mendengar ucapan Rasulullah shallallahu alaihi wasalam yang
terpateri dalam hatinya:
"Bila
engkau shalat, maka shalatlah seolah-olah yang terakhir atau hendak berpisah .... Jangan
sehali-hali mengucaphan kata-kata yang menyebabhan engkau harus meminta ma'af ...
! Lenyapkan harapan terhadap apa yang berada di tangan orang lain... !"
Dan
oleh karena itulah tak pernah lidahnya terlibat dalam suatu fitnah ... dan dirinya
tidak terjerembab dalam kerakusan .... Ia telah menghabiskan hidupnya dalam
kerinduan ahli ibadah dan ketahanan orang yang hendak berpisah. Maka sewaktu
ajalnya datang tak ada keinginannya di sepanjang dan selebar dunia kecuali
cita-cita yang melambangkan kepahlawanan dan kebesarannya selagi hidupnya:
"Bawalah jasadku jauh-jauh ... jauh masuk ke tanah Romawi, kemudian
kuburkan aku di sana ... !"
Ia
yakin sepenuhnya akan kemenangan, dan dengan mata hatinya dilihatnya bahwa
wilayah ini telah termasuk dalam taman impian Islam, dalam lingkungan cahaya
dan sinarnya…...
Karena
itulah ia menginginkannya sebagai tempat istirahatnya yang terakhir, yakni di
ibukota negara itu, di mana akan terjadi pertempuran yang menentukan, dan dari
bawah tanahnya yang subur, ia akan dapat mengikuti gerakan tentara
Islam, mendengar kepakan benderanya, dan bunyi telapak kudanya serta
gemerincing pedang-pedangnya Sekarang ini ia masih terkubur di sana .... Tetapi
tidak lagi mendengar gemerincing pedang, atau ringkikan kuda! Keadaan telah
berlalu, dan kapal telah berlabuh di tempat yang dituju, sejak waktu yang lama
.... Tetapi setiap hari, dari pagi hingga petang didengarnya suara adzan yang
berkumandang dari menara-menaranya yang menjulang di angkasa, bunyinya: -
"Allah Maha Besar....Allah Maha Besar.... "
Dan
dengan rasa bangga, di dalam kampungnya yang kekal dan di mahligai kejayaannya
ia menyahut: -
"Inilah apa yang telah dijanjikan Allah dan Rasul-Nya ....Dan benarlah
Allah dan Rasul-Nya…!"
0 comments